Ferol Warouw,ST.MSc
(Litbang Komisi Pemuda GMIM/Anggota Tim Penggugat UU Pornoaksi )
UU Pornoaksi menjadi pembicaraan hangat saat ini ketika melalui berbagai kajian dan perdebatan akhirnya di Undangkan oleh para legislator di Senayan yang kemudian diteruskan ke Eksekutif yang walaupun tak ditandatangani oleh Presiden SBY akan tetapi tetap berlaku sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku.
Sejak mulai dibahas hingga ditetapkan maka UU Pornoaksi ini banyak mengasilkan resistensi dan Penolakan.Ketika Para Legislator DPR RI melakukan kunjungan ke daeran melalui Panja dan Pansus UU Pornoaksi tercatat ada beberapa Provinsi yang melakukan aksi Protes dan Penolakan,diantaranya yaitu Provinsi Bali,Sulawesi Utara,Yogyakarta,Papua dan beberapa daerah.Namun apa mau dikata Para legislator senayan hanya mengangap penolakan ini seperti angin lalu.
Diskusi tentang pembahasan terhadap penolakan UU ini terus berlanjut, bermodalkan idealisme dan keyakinan terhadap perjuangan mempertahankan NKRI maka daerah daerah yang melakukan penolakan melakukan konsolidasi dan mencoba mengambil keputusan untuk mensiasati pemberlakuan UU Pornoaksi ini sebut saja Provinsi Bali yang melalui statemen para pimpinan daerah menyarakan bahwa UU ini tidak berlaku di Bali bahkan dengan kecaman bahwa UU ini akan sangat merugikan Bali sebagai salah satu daerah Tujuan Wisata.
Disadari bahwa ada berbagai-bagai pemikiran dan pandangan yang telah melatar-belakangi perumusan Rancangan Undang-undang Pornografi (dahulu RUU Anti Pornografi dan Pornoaksi), baik yang beralasan mengembalikan moral bangsa, alasan perlindungan perempuan dan anak maupun alasan lainnya. Adanya upaya untuk menampung aspirasi masyarakat dan melakukan beberapa perubahan/revisi yang dilakukan oleh perancang UU ini, tidak pula dapat menghentikan upaya masyarakat yang tidak menghendaki adanya Undang Undang ini karena alasan yang sangat substansial. Kekuatiran berbagai pihak bahwa dengan adanya Undang-Undang ini akan memicu dan menggangu keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia semakin nampak karena permasalahan ini mulai ‘dibelokkan’ ke issue SARA oleh pihak tertentu.
Hal ini juga berlaku di Sulawesi Utara kelompok kelompok yang melakukan penolakan terus melakukan konsolidasi.Tercatatat beberapa kali Setelah melewati berbagai kajian baik pada aras ‘grass root’ sampai Komisi Pemuda Sinode GMIM yang kemudian bergabung dengan beberapa Organisasi Se Sulawesi Utara (Wanita Kaum Ibu Gereja Masehi Injili Minahasa,Pemuda Katolik,Komite Nasional Pemuda Inonesia Sulawesi Utara, Gerakan Angkatan Muda Kristen Indonesia Sulut,Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia Sulawesi Utara Aliansi Pemuda Mahasiswa Minahasa Selatan,BEM Fakultas Sastra Universitas Negeri Manado dalam melakukan berbagai gerakan bersama termasuk melakukan beberapa kali melakukan Aksi damai ke jalan pada puncaknya pada tanggal 22 November 2008 dan secara khusus membahas UU Pornografi untuk kemudian mengajukan kesepakatan jika kemudian DPR RI mensahkan RUU ini maka akan melakukan uji materiil di Mahkamah Konstitusi, hal ini didasiari atas berbagai pertimbangan yaitu:
1. UU Pornografi keberadaannya menjadi rancu dalam sistem hukum Indonesia karena berbagai ketentuan yang diatur sebenarnya telah diatur dan diakomodir dalam berbagai produk hukum Indonesia seperti KUHP (pasal 282, pasal 283), UU No.32/2002 tentang Penyiaran, Peraturan Pemerintah No.7/1994 tentang Lembaga Sensor Film, UU No.40/1999 tentang Pers, UU No 8/1992 tentang Perfilman, UU No.23/2002 tentang Perlindungan Anak – untuk menyebutkan beberapa saja.
2. UU Pornografi mulai dari definisi sampai batang tubuhnya mengandung berbagai hal yang menyebabkan penafsiran longgar dan tidak jelas sehingga setiap orang dapat menginterpretasikan sesuai dengan kepentingan kelompoknya sendiri.
3. UU inipun mengandung unsur yang sangat bertentangan dengan Hak Asasi Manusia yang akan menghilangkan hak-hak dasar warga negara karena semua telah diatur/diintervensi oleh negara seperti tatacara berjalan, bergerak, berpakaian, dsb.
4. UU Pornografi tidak menghargai kepelbagaian ragam budaya/tradisi masyarakat sebagai unsur kebhinekaan Indonesia. Pengalaman penundukkan budaya menunjukkan monopoli tafsir yang merugikan keberadaan masyarakat Bhinneka di Indonesia. Belum ada rumusan yang dapat memuaskan semua kelompok, namun tidak boleh juga menjadi pembenaran antara dominasi suara mayoritas kepada minoritas yang menyebabkan terjadinya peminggiran struktural yang menafikkan kemanusiaan kelompok minor tadi. Hal-hal seperti ini sangat mengancam integritas Negara Kesatuan Republik Indonesia.
5. UU Pornografi memberikan kesan bahwa kemerosotan moral yang terjadi pada sebagian kecil anggota masyarakat harus diselesaikan melalui pendekatan hukum dan menggunakan satu ukuran tunggal untuk menyelesaikan permasalahan. Bila hal ini diteruskan, maka negara telah mengabaikan peran penting lembaga keluarga, lembaga pendidikan dan peran agama.
Berdasarkan berbagai pertimbangan-pertimbangan diatas wujud dari tanggungjawab sebagai warga negara Kesatuan Republik Indonesia, maka kami menyatakan:
MENOLAK DIBERLAKUKANNYA UU PORNOGRAFI DAN MELAKUKAN UJI MATERIIL KE MAHKAMAH KONSTITUSI.
Pada tangga 12 Maret 2009 Melalui Kuasa Hukum bapak Prof.DR.O.C Kaligis & Associates gugatan dari komunitas rakyat Sulawesi Utara yang dinsebut dengan Majelis Adat Sulawesi Utara oleh mahkamah konstitusi telah menerima gugatan yang akan dilanjutkan dengan persidangan persidangan dengan menghadirkan para penggugat dan saksi saksi ahli yang turut berproses dalam persidangan tersebut.Dalam perkembanganya gugatan ini juga ditindalanjuti oleh beberapa elemen dan komunitas di Jakarta yang turut bersama berjuang bagi NKRI diantaranya yaitu : Yayasan Wahid,Yayasan Bhineka Tunggal Ika,Persekutuan Gereja di Indonesia dan keterwakilan Komunitas Yogyakarta,Bali dan Papua.
Semoga perjuagan ini menjadikan kita semua lebih arif dan bijak dalam menata kehidupan bernegara, berbangsa, dan bermasyarakat di Indonesia yang akan semakin sulit dijaga keutuhannya bila hal-hal yang mengganggu integritasnya seperti UU Pornografi ini tetap dipertahankan.
Manado,Sulawesi Utara
April 2009
Comments
Post a Comment